Kamis, 23 Juli 2015

Gus Mus: Kaget Soal Islam Nusantara Berarti Tidak Pernah Ngaji

Muslimedianews.com ~ KH A Mustofa Bisri atau Gus Mus mengungkapkan, saat ini dunia sedang melirik Indonesia sebagai referensi keislaman, sudah tidak lagi melirik ke Islam di Timur-Tengah yang hingga kini masih terjadi banyak keributan.

“Sampean (kalian) jangan bingung, mana yang Islam mana yang bukan Islam. Sana kok membunuh orang, sini kok membunuh orang juga. Sana kok ngebom, sini kok ngebom. Itu Islam dengan sesama Islam, apa non-Islam dengan non-Islam?” ungkap Rais ‘Aam PBNU itu saat menyampaikan tausiyah di Pengajian Pitulasan Masjid Al-Aqsha Menara Kudus, kabupaten Kudus, Jawa Tengah, Ahad (12/7) malam.
Gus Mustofa Bishri





Kiai yang akrab disapa Gus Mus itu merasa bingung karena kondisi Islam di Timur Tengah selama ini sebagai kiblat Islam, khususnya Saudi Arabia, tetapi kenyataannya banyak pihak yang tidak cocok dengan Saudi Arabia.

“Kacau balau, antara politik dan agama sudah campur aduk ora karu-karuan. Akhirnya terjadi di negara-negara yang penduduknya mayoritas tidak muslim timbul Islamophobia. Ketika melihat orang
Islam, pada ketakutan karena takut dibunuh, takut dibom,” sindir Gus Mus.

“Pokoknya yang anti Islam semakin lama semakin meningkat gara-gara umat Islam yang tidak mencerminkan keislaman yang rahmatan lil alamin, tapi justru laknatan lil alamin,” tambah Gus Mus di hadapan ratusan hadirin.

Untuk itulah, lanjut Gus Mus, NU membuat tema muktamar tentang Islam Nusantara. “Tapi geger, kaget-kaget bagi orang yang tidak pernah ngaji. Kalau pernah ngaji pasti tahu idhofah (penyandaran) mempunyai berbagai makna, dalam arti mengetahui kata Islam yang disandarkan dengan kata Nusantara,” jelasnya.

Gus Mus mencontohkan istilah “air gelas” apakah maknanya airnya gelas, apa air yang digelas, apakah air dari gelas, apa gelas dari air. padahal bagi santri di pesantren sudah diajari untuk memahami seperti itu.

Secara sederhana, Gus Mus menjelaskan maksud Islam Nusantara yakni Islam yang ada di Indonesia dari dulu hingga sekarang yang diajarkan Walisongo. “Islam ngono iku seng digoleki wong kono (Islam seperti itu yang dicari orang sana), Islam yang damai, guyub (rukun), ora petentengan (tidak mentang-mentang), dan yang rahmatan lil ‘alamin,” terangnya.

Walisongo menurut Gus Mus, memiliki ajaran-ajaran Islam yang mereka pahami secara betul dari ajaran Kanjeng Nabi Muhammad. “Walisongo tidak hanya mengajak bil lisan, tapi juga bil hal, tidak mementingkan formalitas, tetapi inti dari ajaran Islam,” tegas Gus Mus.  (Zidni Nafi’/Fathoni)




Islam Nusantara adalah Kita

Nusantara Islam is a distinctive Islam resulting from vivid, intense and vibrant interaction, contextualization, indigenization and vernacularization of universal Islam with Indonesian social, cultural and religious realities--this is Islam embedded. Nusantara Islamic orthodoxy (Ash'arite theology, Shafi'i school of law, and Ghazalian Sufism) nurtures the Wasatiyyah character--a justly balanced and tolerant Islam. Nusantara Islam, no doubt, is very rich with Islamic legacy--a shining hope for a renaissance of global Islamic civilization”.
Demikian Azyumardi Azra, Cendekiawan Muslim Indonesia, Guru Besar Fakultas Adab dan Humaniora (FAH) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, ketika menjelaskan tentang apa sesungguhnya makna terdalam dari konsep Islam Nusantara.
Bagi Azra, “Islam Nusantara adalah Islam distingtif sebagai hasil interaksi, kontekstualisasi, indigenisasi dan vernakularisasi Islam universal dengan realitas sosial, budaya dan agama di Indonesia. Ortodoksi Islam Nusantara (kalam Asy'ari, fikih mazhab Syafi'i, dan tasawuf Ghazali) menumbuhkan karakter wasathiyah yang moderat dan toleran. Islam Nusantara yang kaya dengan warisan Islam (Islamic legacy) menjadi harapan renaisans peradaban Islam global”.
Saya kemudian ingat, dalam sebuah perbincangan ringan dengan Komaruddin Hidayat (saat masih menjabat Rektor UIN), Susilo Bambang Yudhoyono (saat telah lengser sebagai Presiden RI ke-6) bersaksi bahwa masyarakat Muslim internasional sangat banyak berharap agar Indonesia menjadi prototype peradaban Islam di era kontemporer, mengingat karakter masyarakatnya yang multikultural, multietnik, moderat, dan jauh lebih toleran dibanding negara-negara Muslim lain. Itu pula yang mendorong Komarudin Hidayat menggebu-gebu dan bermimpi Indonesia memiliki ikon pendidikan tinggi Islam yang disegani dunia.
Karakter Islam Indonesia yang sedemikian memikat dunia itu tentunya tidak terbentuk tiba-tiba, melainkan diawali dengan lahirnya tradisi, budaya, dan kesusastraan Islam sufistis sejak awal abad ke-16. Michael Laffan, dalam bukunya The Makings of Indonesian Islam: Orientalism and the Narration of a Sufi Past (2011) menjelaskan bahwa wajah Islam Indonesia tidak mulai dibentuk pada masa kolonial seperti banyak diasumsikan oleh para sarjana. Ia adalah kelanjutan dan buah dari pertemuan beragam tradisi, budaya, intelektualitas, dan agama yang telah saling berinteraksi sejak awal masuknya Islam ke wilayah ini. Tradisi Arab, Cina, India, dan Eropa, semuanya berjalin berkelindan membentuk karakter wasathiyah seperti dijelaskan Azra di atas.
Kalau masyarakat Muslim dunia berharap agar karakter Islam Nusantara menjadi inspirasi perdamaian global, lalu siapa di sini yang akan menjadi “guardian”nya? siapa yang akan menjaga, merwat, mewarisi, mengkaji, dan menyebarkan gagasan-gagasan Islam kultural tersebut serta menerjemahkannya dalam ranah yang lebih praksis agar memberikan kontribusi riil terhadap peradaban dunia?
Dalam konteks itulah tanggungjawab moral dipikul oleh Fakultas Adab dan Humaniora (FAH), sebagai salah satu fakultas di lingkungan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang terbukti telah melahirkan para pemikir, filsuf, dan cendekiawan semisal Nurcholis Madjid, Fachry Ali, dan Azyumardi Azra, yang kontribusi pemikirannya sudah melampaui sekat-sekat dan batas teritorial wilayah Negara.
Mereka alumni FAH, bung!
Azra, yang kini masih aktif mengajar di FAH, menjadi ikon cendekiawan Muslim Indonesia. Ia telah mendapat pengakuan dunia internasional atas kontribusinya terhadap perdamaian dunia. Tahun 2014 lalu, ia diganjar penghargaan prestisius the Fukuoka Prize oleh Pemerintah Jepang “...for his strong initiative in promoting international academic exchange and cross-cultural and cross-religious dialogue, and his outstanding contribution to mutual understanding between the Islamic world and the non-Islamic world, Prof. Azyumardi Azra truly deserves the Academic Prize of the Fukuoka Prize....”.
Karenanya, mimpi FAH untuk melekatkan karakter Islam Nusantara dalam dirinya, sesungguhnya bukan impian kecil yang hanya akan berdampak “ecek-ecek”l belaka. Ia dapat memberi energi positif untuk mahasiswa, dosen, Fakultas, Universitas, bangsa, dan bahkan dunia internasional. Islam Nusantara bukan sekedar filologi, sejarah kebudayaan Islam, atau prodi tertentu saja. Islam Nusantara bukan NU, Muhammadiyah, Persis, atau wadah-wadah "kecil" lainnya. Hal yang terkadang direduksi secara salah kaprah oleh sebagian dari kita sendiri.
Islam Nusantara adalah Kita!
Memang, filologi adalah salah satu pilar di antara pilar-pilar ilmu lain untuk menggali kekayaan sastra, budaya, dan tradisi intelektual Islam Nusantara. Dalam sebuah perbincangan via surat elektronik, Fachry Ali yang alumni FAH tahun 1984 itu menyapa saya, katanya: "...Now, as the dean of the Adab Faculty, using your own phrase on the obligation of developing philology at the UIN, it has become your fardlu 'ain to make a thorough study on this subject matter: a Ciputat intellectual history...". Ah, mungkin Bang Fachry berlebihan.
Harapan besar tentu ada pada konsistensi dan komitmen FAH sendiri untuk menerjemahkan gagasan dan mimpi besar itu agar dapat terejawantahkan secara lebih riil dalam kurikulum prodi, dalam program dan kegiatan, dalam proses belajar yang dilakukan oleh para dosennya, serta dalam visual infrastruktur sebagai instrumen fisiknya.
Dengan demikian, para dosen dan guru besar FAH, para punggawa fakultas, para ketua dan sekretaris prodi, para staf yang bekerja di FAH, dan para mahasiswanya, mereka pada dasarnya adalah para guardians of the global Islamic civilization yang kontribusinya tidak dapat diukur secara kasat mata belaka.
Sekali lagi, Islam Nusantara adalah Kita! Salam FAHIM.
Sumber : Fak Adab & Humaniora UIN Jakarta

Minggu, 31 Mei 2015

Munaqasah TPQ Ma'arif NU 2015 Kec. Kepung Tuntas !



Munaqasah (Ujian Komprehensip) TPQ merupakan sarana evaluasi secara menyeluruh proses belajar  - mengajar santri di TPQ. Materi munaqasah meliputi membaca Al-Qur’an, praktek ibadah (wudhu – shalat) dan hafalan. Pelaksanaan munaqasah TPQ Kecamatan Kepung tahun 2015 dimulai pada tanggal 22 Maret 2015 dan selesai pada tanggal 29 Mei 2015. 



Tim munaqasah dari Majelis Pembina TPQ Ma’arif NU Kecamatan Kepung  terdiri atas Arbai Hasyim, M. Nashirudin, Imam Dawari, Ahmad Masyrukhi, Sholihati, Lilik Nur Latifah, Umi Fitroh, Zainun Nasihah dan Eni Nurafifah.  Secara keseluruhan pelaksanaan munaqasah berjalan dengan lancar.  Peserta munaqasah sebanyak  80 santri dinyatakan lulus Program Sorogan Al-Quran (PSQ) 30 juz, dan 255 santri dinyatakan lulus Program Buku Paket (PBP) 6 jilid.

No
TPQ
Alamat
PSQ
PBP
Jumlah
1
Miftahul Ulum
Wonorejo Kapungbaru
0
16
16
2
Darul Falah
Kepung Barat
4
0
4
3
Baitus Salam
Juwah Siman
5
13
18
4
Al Islah
Sabiyu Besowo
0
10
10
5
Nurul Fajar
Karangan Kepung
0
5
5
6
Darul Falah
Sumbergayam Kepung
0
11
11
7
Darus Salam
Sumbergayam Kepung
0
9
9
8
Darun Najah
Sumberpancur Kepung
11
0
11
9
Roudlotul Atfal
Mangunrejo Kepung
2
13
15
10
An-Najmah
Sukorejo Kepung
0
6
6
11
Al Hikmah
Sekuning Besowo
0
7
7
12
Darur Rosyad
Kenteng Barat Besowo
0
15
15
13
Sabilil Huda
Bukaan Keling
0
25
25
14
Baitul Husna
Bulurejo Damarwulan
0
4
4
15
Roud. Ta'alum
Ringinagung Keling
8
0
8
16
Miftahul Huda
Kampungbaru
0
16
16
17
Rumah Aksara
Sabiyu Besowo
5
15
20
18
Nurul Hidayah
Pusuh Besowo
0
9
9
19
Nurul Islam
Besowo Timur
0
17
17
20
Baitur Rohman
Sidodadi Besowo
0
13
13
21
Mutiara Qalbu
Besowo
0
7
7
22
Sirojut Tholibin
Jaban Besowo
0
10
10
23
Nurul Hidayah
Notorejo Kampungrejo
0
6
6
24
Nuril Huda
Kebonrejo
19
0
19
25
Baitur Rahman
Campurejo Brumbung
3
2
5
26
Al Hasan
Campurejo Brumbung
10
14
24
27
Al Mubaroq
Kebonagung Brumbung
0
5
5
28
Al Mubarok
Karangtengah Brumbung
0
2
2
29
Al Huda
Tamping Brumbung
0
4
4
30
Al Hidayah
Brumbung
0
2
2
31
Usroh Almahir
Senowo Kencong
0
16
16
32
Manbaul Ulum
Jatirejo Damarwulan
12
0
12
33
Sunan Kalijogo
Pluncing Siman
1
0
1
34
Al Manar
Kenteng Besowo
0
7
7
35
Hidayatullah
Siman
0
9
9

Jumlah

80
288
368
Tabel 1. Data Peserta Wisuda TPQ Tahun 2015

Dari 10 desa yang ada di Kecamatan Kepung, yang mengikuti munaqasah tahun 2015 sebanyak 9 desa yaitu Desa Keling, Kencong, Damarwulan, Brumbung, Siman, Besowo, Kebonrejo, Kampungbaru dan Kepung. Desa Krenceng tahun ini absen menyertakan santrinya mengikuti munaqasah.