SOSIALISASI ISI TEKS SYARAHAN
DALAM MUSABAQAH SYARHIL QUR’AN [MSyQ]
Oleh :
Ahmad Rajafi, MHI
Disetujui Oleh
Pengurus LPTQ Propinsi Lampung
LEMBAGA PENGEMBANGAN TILAWATIL QUR’AN
PROPINSI LAMPUNG
TAHUN 2010 M / 1431 H
PENDAHULUAN
Fenomena
minimnya penulisan teks syarhil yang berstandar nasional dan relevan
dengan penilaian saat ini adalah satu keresahan sosial yang harus segera
diselesaikan baik secara kolektif seperti melalui pembinaan secara
terorganisir dari lembaga yang berwenang maupun melalui sosialisasi
seperti tulisan ini, yang dibuat oleh Tim Dewan Hakim Syarhil Qur’an
pada MTQ Propinsi Lampung ke-38 di Lampung Barat. Terdiri dari Drs. Hi.
Mansuri Ismail sebagai Koordinator. Efa Rodiah Nur, M.Hum., Hi. Asrori,
MH., dan Ahmad Rajafi, MHI., sebagai tim penilai, dkk. Ataupun secara
personal, seperti yang dilakukan oleh pembina-pembina di daerah. Meski
tidak dapat dipungkiri bahwa tulisan singkat ini jauh dari sempurna,
akan tetapi paling tidak, kegerahan ini dapat diperingan dengan tulisan
yang bersifat temporer, yang suatu saat akan direvisi sesuai dengan
situasi dan keadaan yang berkembang.
Adapun tulisan ini hanya terfokus pada isi syarahan, karena memang di satu sisi, penilaian di bidang ini adalah penilaian tertinggi, yang secara komulatif berjumlah 40 (empat puluh), dan di sisi lain, fakus dari Musabaqah Syarhil Qur’an adalah isi dari syarahan tersebut, sehingga dapat membawa audiens ke dalam suasana yang dideskripsikan oleh pensyarah. Kelemahan kita di lapangan adalah, begitu banyak peserta-peserta syarhil yang isi syarahannya sangat ringan bahkan miskin analisis faktual. Semua hampir bersifat normatif dan bahkan tidak singkron antara maksud tema dengan isi syarahan. Lalu jalan pintas yang dilakukan oleh daerah adalah meminta kepada sesorang untuk membuatkannya, atau secara tidak langsung pembina memaksa peserta, namun dengan tidak dilakukan pengawasan dan editing teks secara sempurna.
Adapun tulisan ini hanya terfokus pada isi syarahan, karena memang di satu sisi, penilaian di bidang ini adalah penilaian tertinggi, yang secara komulatif berjumlah 40 (empat puluh), dan di sisi lain, fakus dari Musabaqah Syarhil Qur’an adalah isi dari syarahan tersebut, sehingga dapat membawa audiens ke dalam suasana yang dideskripsikan oleh pensyarah. Kelemahan kita di lapangan adalah, begitu banyak peserta-peserta syarhil yang isi syarahannya sangat ringan bahkan miskin analisis faktual. Semua hampir bersifat normatif dan bahkan tidak singkron antara maksud tema dengan isi syarahan. Lalu jalan pintas yang dilakukan oleh daerah adalah meminta kepada sesorang untuk membuatkannya, atau secara tidak langsung pembina memaksa peserta, namun dengan tidak dilakukan pengawasan dan editing teks secara sempurna.
Kelemahan
lain yang lebih menggelitik adalah, begitu banyak pembina kita di
daerah yang menyamakan pembuatan teks tersebut dengan pola ceramah
ataupun pidato formal. Pola ceramah yang ringan analisis dan
menyepelekan bentuk teks, “yang penting pendengarnya senang”, serta pola
pidato yang syarat keilmuan namun monoton dalam penyampaian. Lalu
pertanyaan besarnya, di manakah letak syarhil? Syarhil pada dasarnya
merupakan hasil kompromi antara ceramah dan pidato, di mana si pensyarah
harus harus mampu masuk ke dalam keinginan pendengar dengan ungkapan
yang mengajak pendengar tersenyum atau kesal, tertawa atau menangis,
(inilah pola ceramah), namun juga tidak dapat menafikan orisinalitas
rujukan yang telah dikutip dan kaya akan analisis kritis-faktual
tentunya. Untuk itu, isi syarahan di satu sisi harus berafiliasi dengan
ruh ceramah dan di sisi lain juga berafiliasi dengan ruh pidato sehingga
menghasilkan syarahan yang “apik” dan menarik untuk dibaca dan
diperdengarkan. Syarat utama yang harus dilakukan adalah, semuanya murni
dari hati yang paling dalam, karena apa yang disampaikan oleh isi hati
yang paling dalam akan mudah diterima oleh hati yang paling dalam juga.
Sebagaimana ungkapan Ibnu ‘Ujaibah :
ولا شك أنَّ الوعظ مِن المخلصين وأهل القلوب ، أشد تأثيراً من غيرهم ،فإنَّ الكلامَ إذا خرج من القلب وقع في القلب
Artinya : “tidak
dapat diragukan lagi bahwa keteladanan dari orang-orang yang ikhlash
dan bijak, lebih mudah diresapi oleh orang lain, maka sesungguhnya
ungkapan itu jika lahir dari hati maka akan tertanam di dalam hati orang
yang mendengar ungkapan tersebut.”
Semoga
tulisan ini dapat bermanfaat bagi kita semua dan memberikan semangat
baru untuk memajukan Syarhil Qur’an ke depan, dengan terus meng-update pengetahuan kita tentang syarhil, meskipun dari anak kecil yang dalam pandangan zhahir kita lemah dan rendah. Semoga Allah selalu membimbing kita dengan al-Qur’an, al-Sunnah dan keilmuan ‘ulama sebagai pewarisnya.
GAMBARAN UMUM TEORI
MUSABAQAH SYARHIL QUR’AN [MSyQ]
A. Secara Umum Tentang Teks.
1. Bagian Muqaddimah.
a. Kefasihan Bacaan Salam
b. Kefasihan Bacaan Muqaddimah ;
1) Hamdalah
2) Shalawat dan Salam Terhadap Nabi
c. Kebenaran Bacaan Muqaddimah
d. Mensifati Hamdalah Atau Menyebut Dalil al-Qur’an dan al-Hadits
e. Mensifati Hamdalah Dengan Topik yang Ada
f. Ungkapan Sapaan Kepada Audiens (Jama’ah)
g. Mengemukakan Latar Belakang / Pengantar Pembahasan
2. Bagian Isi.
a. Menjelaskan Konsep Utama Dalam Ayat
b. Relevansi Ayat Dengan Isi
c. Mengemukakan Maksud Ayat Secara Global
d. Kefasihan Dalam Membaca Istilah Yang Berbahasa Asing
e. Menyebutkan Rujukan Bacaan
f. Memperkaya Analisis Dengan Dalil Al-Qur’an, Hadits, Peribahasa dan Sya’ir
g. Menuangkan Asbab An-Nuzul Ayat dan Asbab al-Wurud Hadits
h. Menunjukkan Isi Ayat Dengan Problem Kekinian Yang Dihadapi Jama’ah
i. Memberikan Contoh
3. Sistematika Penggunaan Bahasa.
a. Pendekatan Deduktif ( Umum Ke Khusus )
b. Pendekatan Induktif ( Khusus Ke Umum )
c. Bergantian Deduktif dan Induktif
d. Penggunaan Bahasa Yang Baik, Benar, dan Etis
B. Secar Umum Tentang Intonasi, Aksentuasi, Gaya dan Mimik.
- Intonasi dan Aksentuasi.
a. Menanjak
b. Menurun
c. Bergantian Menanjak Dan Menurun
d. Datar
e. Kesesuaian Volume Suara Dengan Maksud Isi Khutbah
f. Daya Tarik Persuasif (bersifat membujuk secara halus agar menjadi yakin)
2. Gaya dan Mimik ;
a. Kesatuan Yang Utuh (Integritas) Antara Laga Dalam Penampilan Yang Memancarkan Kewibawaan Dan Kejujuran
b. Model Tampilan Pakaian Yang Dikenakan
c. Keserasian Tampilan Gerak Bahasa Tubuh Dengan Maksud Isi Paparan Khutbah
d. Ekspresi Kejiwaan
e. Daya Tarik Persuasif (bersifat membujuk secara halus agar menjadi yakin)
C. Evaluasi Khutbah Dalam Latihan.
1. Bertanya Dengan Orang yang Mendengarkan
2. Rekaman Suara
PENILAIAN DEWAN HAKIM
BIDANG TERJEMAH DAN MATERI SYARAHAN
A. Norma Penilaian.
1. Hakim menilai penampilan peserta berdasar ketentuan yang berlaku.
2.
Dalam menilai bidang yang sama, antara satu hakim dengan yang lain
tidak diperbolehkan adanya selisih nilai lebih dari 3, kecuali bila
selisih itu konsisten (ajeg) bagi seluruh peserta.
3.
Bila terdapat suatu hal pada bidang tertentu yang diduga sebagai
kekeliruan dalam penilaian, maka Hakim penilai bidang tersebut dapat
meminta klarifikasi melalui Ketua Majelis, sehingga tercapai kesepakatan
dalam musyawarah majelis dan jika tidak tercapai kesepakatan, dapat
diajukan ke dalam Sidang Pleno Dewan Hakim.
4. Dalam rangka transparansi dan modernisasi maka diperlukan perangkat IT dalam penilaian.
B. Bidang Terjemah dan Materi Syarahan Meliputi.
1. Ketepatan Terjemah
2. Sistematika dan Isi
3. Kaidah dan Gaya Bahasa
C. Rincian Bidang Terjemah dan Materi Syarahan
1. Ketepatan Terjemah : penilaian tentang isi terjemah yang sesuai dengan kandungan ayat.
2.
Sistematika : penilaian tentang susunan dan urutan
materi yang mencakup pendahuluan, permasalahan, pembahasan dan
kesimpulan.
3. Isi
: penilaian tentang keutuhan, kedalaman,
keluasan dan ketepatan uraian dan kekuatan argumentasi termasuk
dalil-dalil yang dipergunakan.
4.
Kaedah dan Gaya Bahasa : penilaian tentang pemakaian kata dan
struktur kalimat yang benar, mengena dan menarik sesuai dengan kaidah
bahasa dan sastra.
CONTOH
BLANGKO PENILAIAN
Model : H17
LEMBAGA PENGEMBANGAN TILAWATIL QUR’AN TINGKAT NASIONAL
MTQ/STQ TINGKAT NASIONAL
FORMULIR PENILAIAN BIDANG TERJEMAH DAN MATERI
Cabang : Syarh Al Qur’an
No. Peserta : ………….. Babak : Penyisihan/final *)
Giliran : ………….. Topik : No. ……………….
NO. | JENIS YANG DINILAI | NILAI MAKSIMAL | NILAI MINIMAL | NILAI YANG DIPEROLEH | CATATAN Nilai Akhir |
1 | Ketepatan terjemah | 10 | 3 | ||
2 | Sistematika dan Isi | 20 | 4 | ||
3 | Kaidah & gaya bahasa | 10 | 3 | ||
Jumlah | 40 | 10 | …………. = |
………… , ………………..
Hakim Penilai
*) Coret yang tidak perlu
Nama Terang
PENJELASAN TENTANG MATERI SYARAHAN
A. Susunan dan Urutan Materi :
1.
Pendahuluan : mendeskripsikan secara umum maksud syarahan untuk
kemudian menyebutkan
permasalahan, baik secara induktif
maupun deduktif.
2.
Permasalahan : inti kajian, baik berupa judul atau tema yang sebelumnya
disebutkan permasalahan, baik
satu variabel atu lebih.
3.
Pembahasan : merangkai kata dengan berargumentasi tentang maksud
ayat, baik secara deduktif maupun
induktif dan di interpretasikan
melalui pola maudhu’i, dirayah, riwayah, hermeneutik, dll.
4.
Kesimpulan : kesimpulan disebutkan sesuai dengan jumlah masalah
yang dikaji, jika permasalahannya
satu maka kesimpulan juga satu, dll.
B. Isi :
1.
Keutuhan isi : dengan menjabarkan pendahuluan, permasalahan, ayat
bahasan, interpretasi ayat,
argumentasi secara rasional, kesimpulan
2.
Kedalaman isi : baik dengan pendekatan tekstual, kontekstual, maupun
substansial
3. Keluasan isi : baik dengan menggunakan anlisis kritis, komparatif, dll.
4.
Ketepatan uraian isi : antara ayat, tafsiran, dan
penggunaan
argumentasi harus saling mempengaruhi
5.
Kekuatasan argumentasi : dengan penyebutan referensi secara
utuh,
seperti, “Muhammad Qurasish Shihab di
dalam
Tafsir al-Mishbah”, lebih bagus lagi jika
disebutkan
halamannya.
6. Penggunaan dalil
: dalil dapat dikalsifikasikan pada penggunaan
naqli (seperi penyebutan ayat, hadits, maupun ungkapan ulama “qaul/wajah”) dan ‘aqli (seperti pendekatan sosiologis, antropologis, budaya, maslahat, dll).
C. Kaedah dan Gaya Bahasa :
1.
Pemakaian kata yang baik : yang tidak terpola pada budaya
ketimuran,
yang tidak mengumpat, menghina, dll. secara
tidak
objektif.
2. Struktur kalimat
yang benar : sesuai dengan ketentuan penggunaan bahasa
Indonesia
yang baku (struktur EYD) di
Indonesia. Di dalam tekas harus debadakan
dengan ungkapan
secara verbal.
3. Mengena dengan maskud syarahan
4. Menarik untuk dikaji
5. Kaidah bahasa dan sastra yang sesuai
CONTOH TEKS SYARHIL
A. Bagian Pendahuluan.
Multatuli
mengibaratkan bumi Indonesia laksana jamrud yang berada di dataran
khatulistiwa. Qurasish Shihab juga mengibaratkan tanah Indonesia laksana
sekeping tanah sorga yang di hamaparkan di persada nusantara. Dua
ungkapan tersebut menggambarkan bertapa indah dan hebatnya sumber daya
alam yang kita miliki. Kita Negara kaya, sumberdaya kita potensisal,
tanah kita pun subur, Namun kenyataannya masih banya rakyat yang berada
dibawah garis kemiskinan, bayi-bayi kekurangan gizi, pelajar putus
sekolah, bahkan rakyat mati menderita kelaparan. Mengapa hal ini
terjadi? Ini disebabkan Sumber daya alam yang kita miliki belum
dimanfaatkan oleh bangsa kita sendiri, melainkan dieksploitasi dikikis
habis oleh bangsa-bangsa lain sebagai aksi penjajahan gaya baru.
Bahkan
akhir-akhir ini akibat kecongkakan tangan-tangan manusia itu sendiri
yang dibungkus sains dan teknologi telah mengikis habis keramahan alam
sehingga yang nampak adalah krisis lingkungan, polusi, malapetaka
atomik, menipisnya lapisan ozon di atmospir, hingga ancaman terjadinya
hujan api dibeberapa belahan dunia. Fenomena tersebut menandakan ketidak
harmonisan hubungan manusia dengan alam raya, akibatnya dirasakan oleh
manusia sendiri. Sebab “if the habitat was cared will give function but if not it would make destroy”.
Jika alam lingkungan dipelihara akan berdaya guna tapi jika dibiarkan
akan menimbulkan bencana. Demikianlah ungkapan Edwar Buckle dalam
History Of Civilization in England.
B. Penyebutan Masalah.
Melihat
betapa pentingnya memelihara lingkungan tersebut, maka pada kesempatan
ini kita akan membicarakan tentang, “Kewajiban Manusia Memelihara dan
Memakmurkan Alam”, dengan rujukan firman Allah, surat al-Hijr ayat 19-20
:
C. Isi Syarahan.
1. Penyebutan Ayat dan Terjemahnya.
وَاْلأَرْضَ
مَدَدْنَاهَا وَ أَ لْقَيْنَا فِيهَا رَوَاسِيَ وَ أَ نْبَتْنَا فِيهَا
مِنْ كُلِّ شَيْءٍ مَوْزُونٍ {19}وَجَعَلْنَا لَكُمْ فِيهَا مَعَايِشَ
وَمَنْ لَسْتُمْ لَهُ بِرَازِقِينَ {20}
Artinya : “Dan Kami telah menghamparkan bumi dan menjadikan padanya gunung-gunung dan Kami tumbuhkan padanya segala sesuatu menurut ukuran.(19) Dan
Kami telah menjadikan untukmu di bumi keperluan-keperluan hidup, dan
(Kami menciptakan pula) makhluk-makhluk yang kamu sekali-kali bukan
pemberi rezki kepadanya.(20)”
2. Pendapat atau Penafsiran Ulama.
Prof.
Dr. Muhammad Qurish Shihab dalam Tafsir al-Misbah menyebutkan, bahwa
kalimat وَأَنْبَتْنَا فِيهَا مِنْ كُلِّ شَيْءٍ مَوْزُونٍ “dan kami tumbuhkan padanya segala sesuatu menurut ukuran”,
dipahami oleh sementara ulama dalam arti bahwa Allah swt
menumbuh-kembangkan di bumi ini aneka ragam tanaman untuk kelangsungan
hidup dan menetapkan bagi setiap tanaman itu masa pertumbuhan dan
penuaian tertentu, sesuai dengan kuantitas dan kebutuhan makhluk hidup.
Demikian juga Allah swt menentukan bentuknya sesuai dengan penciptaan
dan habitat alamnya.
Dalam tafsir
al-Muntakhab, ayat ini dinilai sebagai menegaskan suatu temuan ilmiah
yang diperoleh melalui pengamatan di laboratorium, yaitu setiap kelompok
tanaman masing-masing memiliki kesamaan dilihat dari sisi luarnya,
demikian juga sisi dalamnya. Bagian-bagian tanaman dan sel-sel yang
digunakannya untuk pertumbuhan memiliki kesamaan-kesamaan yang praktis
tak berbeda. Meskipun antara satu jenis dengan yang lainnya dapat
dibedakan, tetapi semuanya dapat di klasifikasikan dalam satu kelompok
yang sama.
Hadirin, alangkah bahagia
dan indahnya alam ini jika setiap individu memiliki semangat dalam
memelihara dan melestarikan alam raya yang kita huni ini, sehingga dapat
menghasilkan manfaat bagi semua manusia yang ada. Para ilmuan menyebut
abad ke-21 sebagai the age of anxietyor restlenses, abad
yang penuh dengan kegelisahan, kecemasan, perang antar suku dan bangsa
menjadi-jadi, resesi ekonomi melanda seluruh lapisan warga, ledakan
penduduk semakin tak terkendali bahkan pencemaran lingkungan menjadi
ancaman kehidupan.
3. Analisis Pensyarah.
Kondisi
tersebut hadirin, jelas telah menimbulkan beban psikologis bagi
kehidupan masyarakat, akibatnya masyarakat menjadi serba salah, hati
menjadi resah dan gelisah, jiwa terasa hampa dan merana, semangat hidup
tiada dan enggan berkaryabahkan yang paling parah munculnya berbagai
penyakit psikomotis, penyakit kejiwaan yang dapat mematikan seluruh umat
manusia secara perlahan dan mengerikan, kalaupun bertahan namun hidup
tidak lagi merasakan ketenangan.
Hadirin,
lalu apakah tugas manusia di muka bumi ini? tidak lain adalah untuk
memakmurkan bumi, mensejahterakan umat manusia sendiri lebih-lebih
lingkungan-nya sebagai tempat tinggal dan menetap. Sebagaimana terurai
di dalam al-Qur’an surat Huud ayat 61 :
وَإِلَى
ثَمُودَ أَخَاهُمْ صَالِحًا قَالَ يَاقَوْمِ اعْبُدُوا اللهَ مَا لَكُمْ
مِنْ إِلَهٍ غَيْرُهُ هُوَ أَنْشَأَكُمْ مِنَ اْلأَرْضِ وَاسْتَعْمَرَكُمْ
فِيهَا فَاسْتَغْفِرُوهُ ثُمَّ تُوبُوا إِلَيْهِ إِنَّ رَبِّي قَرِيبٌ
مُجِيبٌ {16}
Artinya : “Dan
kepada Tsamud (Kami utus) saudara mereka Shaleh. Shaleh berkata: Hai
kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada bagimu Tuhan selain Dia.
Dia telah menciptakan kamu dari bumi (tanah) dan menjadikan kamu
pemakmurnya, karena itu mohonlah ampunan-Nya, kemudian bertobatlah
kepada-Nya. Sesungguhnya Tuhanku amat dekat (rahmat-Nya) lagi
memperkenankan (do`a hamba-Nya).”
Demikianlah
firman Allah yang yang menginformasikan kepada kita bahwa manusia
diciptakan dari tanah dan ditugasi untuk memakmurkan tanah atau bumi.
Karena itu dalam bidang ilmu pengetahuan alam kita mengenal istilah alam
biotiks (alam raya) dan alam abiotis (berupa moral manusia). Kerusakan
alam biotiks biasanya berwal dari kerusakan alam abiotis yakni moral
manusia. Sebagai contoh : berdasarkan penelitian Wahana Lingkungan Hidup
di DKI Jakarta tercatat memiliki 2.118 Sumur Bor dengan kedalaman tidak
kurang dari 40 M, sehingga jika terjadi penambahan sumur lagi pada
tahun 2010 nanti, Wilayah DKI Jakarta bisa mencapai daratan 0,0 M, dari
permukaan laut alias rata menjadi laut.
Ancaman
kerusakan tersebut hadirin sebuah bukti yang harus kita renungkan, kita
fikirkan, kita cermati untuk kita antisifasi agar saat ini maupun kelak
tidak lagi terjadi kerusakan alam. Lalu bagaimanakah tanggung jawab dan
usaha kita sebagai warga negara dalam memelihara alam lingkungan ini?
Sebagai jawabannya, Pertama : Kita harus mendukung dan membantu
program pemerintah dengan jalan melakukan reboisasi tanah-tanah gundul,
pembuatan terasering untuk mencegah longsor, penanggulangan limbah dan
sampah bersama-sama dan menghentikan pemburuan satwa serta penebangan
hutan secara liar. Kedua : Kita syukuri alam sebagai nikmat Allah
swt dengan cara memeliharanya agar kita dikasihi oleh Allah swt.
Rasulullah saw bersabda :
إرحموا من فى الأرض يرحمكم من فى السماء
“Sayangilah oleh kamu sekalian segala apa yang ada di muka bumi ini niscaya yang di atas (Allah) akan menyayangimu.”
Apabila
sikap ini kita aplikasikan maka Allah swt menjamin kemakmuran alam raya
yang kita miliki sehingga kita jauh dari petaka, terhindar dari bencana
tapi dekat dengan nikmat dan barakat dari Allah swt yang Maha Qudrat.
Hadirin,
perlu diketahui bahwa orang pintar tapi salah, tidak shaleh, tidak
mungkin memakkmurkan alam, orang hebat namun bergelimang maksiat
mustahil peduli mengelola alam raya, malah yang timbul adalah
watak-watak perusak, pohon-pohon ditebangi, gunung-gunung di gunduli,
dan satwa-satwa diburu. Padahal akibatnya, manusia sendiri yang
menanggungnya, kita tengok beberapa kejadian baru-baru ini, terjadi
banjir di jakarta, longsor di Sumatera Barat, gempa bumi di Yogyakarta
dan gunung-gunung meletus di beberapa daerah Negara kita ini.
Belum
cukup dengan semua itu kitapun dikejutkan dengan munculnya angin topan,
gelombang pasang naik kedaratan, jebolnya tanggul di Situ Gintung
Tanggerang yang menghabiskan ratusan nyawa manusia dan lain sebagainya.
Mengapa demikian? Ebid G Ade melantunkan :
Barangkali di sana ada jawabnya
Mengapa di tanahku terjadi bencana
Mungkin Tuhan mulai bosan
Melihat tingkah kita, yang selalu salah dan bangga dengan dosa-dosa
Atau alam mulai enggan, bersahabat dengan kita
Coba kita bertanya pada rumput yang bergoyang
D. Isi Kesimpulan.
Dengan
demikian, dari uraian ini dapat disimpulkan bahwa alam akan berdaya
guna jika dipelihara, namun akan menimbulkan petaka jika dirusak. Bentuk
perusakan alam adalah dengan memperbanyak maksiat dalam hidup dan
penghidupan manusia. Oleh karena itu, dalam rangka mengelola alam ini
kita hindari diri kita masing-masing dari perbuatan-perbuatan maksiat,
baik terhadap diri sendiri, terhadapa alam raya, terlebih kepada Allah
swt.
Semoga Allah memberikan
kekuatan kepada kita dalam mengemban amanah sebagai khalifah di muka
bumi ini terutama dalam mengelola alam, semoga Allah memberikan
keberkahan kepada bangsa ini, amin ya rabbal ‘alamin.
Contoh
Full Teks Syarhil Qur’an
KEWAJIBAN MANUSIA
MEMELIHARA DAN MEMAKMURKAN ALAM
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الحمد لله رب العالمين والصلاة والسلام على اشرف الأنبياء والمرسلين سيدناومولنا محمد وعلى آله وصحبه أجمعين {أما بعد}
Hadirin Rahimakumullah,
Multatuli
mengibaratkan bumi Indonesia laksana jamrud yang berada di dataran
khatulistiwa. Qurasish Shihab juga mengibaratkan tanah Indonesia laksana
sekeping tanah sorga yang di hamaparkan di persada nusantara. Dua
ungkapan tersebut menggambarkan bertapa indah dan hebatnya sumber daya
alam yang kita miliki. Kita Negara kaya, sumberdaya kita potensisal,
tanah kita pun subur, Namun kenyataannya masih banya rakyat yang berada
dibawah garis kemiskinan, bayi-bayi kekurangan gizi, pelajar putus
sekolah, bahkan rakyat mati menderita kelaparan. Mengapa hal ini
terjadi? Ini disebabkan Sumber daya alam yang kita miliki belum
dimanfaatkan oleh bangsa kita sendiri, melainkan dieksploitasi dikikis
habis oleh bangsa-bangsa lain sebagai aksi penjajahan gaya baru.
Bahkan
akhir-akhir ini akibat kecongkakan tangan-tangan manusia itu sendiri
yang dibungkus sains dan teknologi telah mengikis habis keramahan alam
sehingga yang nampak adalah krisis lingkungan, polusi, malapetaka
atomik, menipisnya lapisan ozon di atmospir, hingga ancaman terjadinya
hujan api dibeberapa belahan dunia. Fenomena tersebut menandakan ketidak
harmonisan hubungan manusia dengan alam raya, akibatnya dirasakan oleh
manusia sendiri. Sebab “if the habitat was cared will give function but if not it would make destroy”.
Jika alam lingkungan dipelihara akan berdaya guna tapi jika dibiarkan
akan menimbulkan bencana. Demikianlah ungkapan Edwar Buckle dalam
History Of Civilization in England.
Melihat
betapa pentingnya memelihara lingkungan tersebut, maka pada kesempatan
ini kita akan membicarakan tentang, “Kewajiban Manusia Memelihara dan
Memakmurkan Alam”, dengan rujukan firman Allah, surat al-Hijr ayat 19-20
:
وَالْأَرْضَ مَدَدْنَاهَا
وَأَلْقَيْنَا فِيهَا رَوَاسِيَ وَأَنْبَتْنَا فِيهَا مِنْ كُلِّ شَيْءٍ
مَوْزُونٍ{19}وَجَعَلْنَا لَكُمْ فِيهَا مَعَايِشَ وَمَنْ لَسْتُمْ لَهُ
بِرَازِقِينَ {20}
Artinya : “Dan Kami telah menghamparkan bumi dan menjadikan padanya gunung-gunung dan Kami tumbuhkan padanya segala sesuatu menurut ukuran.(19) Dan
Kami telah menjadikan untukmu di bumi keperluan-keperluan hidup, dan
(Kami menciptakan pula) makhluk-makhluk yang kamu sekali-kali bukan
pemberi rezki kepadanya.(20)”
Hadirin Rahimakumullah,
Prof.
Dr. Muhammad Qurish Shihab dalam Tafsir al-Misbah menyebutkan, bahwa
kalimat وَأَنْبَتْنَا فِيهَا مِنْ كُلِّ شَيْءٍ مَوْزُونٍ “dan kami tumbuhkan padanya segala sesuatu menurut ukuran”,
dipahami oleh sementara ulama dalam arti bahwa Allah swt
menumbuh-kembangkan di bumi ini aneka ragam tanaman untuk kelangsungan
hidup dan menetapkan bagi setiap tanaman itu masa pertumbuhan dan
penuaian tertentu, sesuai dengan kuantitas dan kebutuhan makhluk hidup.
Demikian juga Allah swt menentukan bentuknya sesuai dengan penciptaan
dan habitat alamnya.
Dalam tafsir
al-Muntakhab, ayat ini dinilai sebagai menegaskan suatu temuan ilmiah
yang diperoleh melalui pengamatan di laboratorium, yaitu setiap kelompok
tanaman masing-masing memiliki kesamaan dilihat dari sisi luarnya,
demikian juga sisi dalamnya. Bagian-bagian tanaman dan sel-sel yang
digunakannya untuk pertumbuhan memiliki kesamaan-kesamaan yang praktis
tak berbeda. Meskipun antara satu jenis dengan yang lainnya dapat
dibedakan, tetapi semuanya dapat di klasifikasikan dalam satu kelompok
yang sama.
Hadirin, alangkah bahagia
dan indahnya alam ini jika setiap individu memiliki semangat dalam
memelihara dan melestarikan alam raya yang kita huni ini, sehingga dapat
menghasilkan manfaat bagi semua manusia yang ada. Para ilmuan menyebut
abad ke-21 sebagai the age of anxietyor restlenses, abad
yang penuh dengan kegelisahan, kecemasan, perang antar suku dan bangsa
menjadi-jadi, resesi ekonomi melanda seluruh lapisan warga, ledakan
penduduk semakin tak terkendali bahkan pencemaran lingkungan menjadi
ancaman kehidupan.
Kondisi tersebut
hadirin, jelas telah menimbulkan beban psikologis bagi kehidupan
masyarakat, akibatnya masyarakat menjadi serba salah, hati menjadi resah
dan gelisah, jiwa terasa hampa dan merana, semangat hidup tiada dan
enggan berkaryabahkan yang paling parah munculnya berbagai penyakit
psikomotis, penyakit kejiwaan yang dapat mematikan seluruh umat manusia
secara perlahan dan mengerikan, kalaupun bertahan namun hidup tidak lagi
merasakan ketenangan.
Hadirin, lalu
apakah tugas manusia di muka bumi ini? tidak lain adalah untuk
memakmurkan bumi, mensejahterakan umat manusia sendiri lebih-lebih
lingkungan-nya sebagai tempat tinggal dan menetap. Sebagaimana terurai
di dalam al-Qur’an surat Huud ayat 61 :
وَإِلَى
ثَمُودَ أَخَاهُمْ صَالِحًا قَالَ يَاقَوْمِ اعْبُدُوا اللهَ مَا لَكُمْ
مِنْ إِلَهٍ غَيْرُهُ هُوَ أَنْشَأَكُمْ مِنَ الْأَرْضِ وَاسْتَعْمَرَكُمْ
فِيهَا فَاسْتَغْفِرُوهُ ثُمَّ تُوبُوا إِلَيْهِ إِنَّ رَبِّي قَرِيبٌ
مُجِيبٌ {16}
Artinya : “Dan
kepada Tsamud (Kami utus) saudara mereka Shaleh. Shaleh berkata: Hai
kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada bagimu Tuhan selain Dia.
Dia telah menciptakan kamu dari bumi (tanah) dan menjadikan kamu
pemakmurnya, karena itu mohonlah ampunan-Nya, kemudian bertobatlah
kepada-Nya. Sesungguhnya Tuhanku amat dekat (rahmat-Nya) lagi
memperkenankan (do`a hamba-Nya).”
Ma’asyiral muslimin Rakhimakumullah,
Demikianlah
firman Allah yang yang menginformasikan kepada kita bahwa manusia
diciptakan dari tanah dan ditugasi untuk memakmurkan tanah atau bumi.
Karena itu dalam bidang ilmu pengetahuan alam kita mengenal istilah alam
biotiks (alam raya) dan alam abiotis (berupa moral manusia). Kerusakan
alam biotiks biasanya berwal dari kerusakan alam abiotis yakni moral
manusia. Sebagai contoh : berdasarkan penelitian Wahana Lingkungan Hidup
di DKI Jakarta tercatat memiliki 2.118 Sumur Bor dengan kedalaman tidak
kurang dari 40 M, sehingga jika terjadi penambahan sumur lagi pada
tahun 2010 nanti, Wilayah DKI Jakarta bisa mencapai daratan 0,0 M, dari
permukaan laut alias rata menjadi laut.
Ancaman
kerusakan tersebut hadirin sebuah bukti yang harus kita renungkan, kita
fikirkan, kita cermati untuk kita antisifasi agar saat ini maupun kelak
tidak lagi terjadi kerusakan alam. Lalu bagaimanakah tanggung jawab dan
usaha kita sebagai warga negara dalam memelihara alam lingkungan ini?
Sebagai jawabannya, Pertama : Kita harus mendukung dan membantu
program pemerintah dengan jalan melakukan reboisasi tanah-tanah gundul,
pembuatan terasering untuk mencegah longsor, penanggulangan limbah dan
sampah bersama-sama dan menghentikan pemburuan satwa serta penebangan
hutan secara liar. Kedua : Kita syukuri alam sebagai nikmat Allah
swt dengan cara memeliharanya agar kita dikasihi oleh Allah swt.
Rasulullah saw bersabda :
إرحموا من فى الأرض يرحمكم من فى السماء
“Sayangilah oleh kamu sekalian segala apa yang ada di muka bumi ini niscaya yang di atas (Allah) akan menyayangimu.”
Apabila
sikap ini kita aplikasikan maka Allah swt menjamin kemakmuran alam raya
yang kita miliki sehingga kita jauh dari petaka, terhindar dari bencana
tapi dekat dengan nikmat dan barakat dari Allah swt yang Maha Qudrat.
Hadirin,
perlu diketahui bahwa orang pintar tapi salah, tidak shaleh, tidak
mungkin memakkmurkan alam, orang hebat namun bergelimang maksiat
mustahil peduli mengelola alam raya, malah yang timbul adalah
watak-watak perusak, pohon-pohon ditebangi, gunung-gunung di gunduli,
dan satwa-satwa diburu. Padahal akibatnya, manusia sendiri yang
menanggungnya, kita tengok beberapa kejadian baru-baru ini, terjadi
banjir di jakarta, lonesor, gempa bumi di Yogyakarta dan gunung-gunung
meletus di beberapa daerah Negara kita ini.
Belum
cukup dengan semua itu kitapun dikejutkan dengan munculnya angin topan,
gelombang pasang naik kedaratan, jebolnya tanggul di Situ Gintung
Tanggerang yang menghabiskan ratusan nyawa manusia dan lain sebagainya.
Mengapa demikian? Ebid G Ade melantunkan :
Barangkali di sana ada jawabnya
Mengapa di tanahku terjadi bencana
Mungkin Tuhan mulai bosan
Melihat tingkah kita, yang selalu salah dan bangga dengan dosa-dosa
Atau alam mulai enggan, bersahabat dengan kita
Coba kita bertanya pada rumput yang bergoyang
Dengan
demikian, dari uraian ini dapat disimpulkan bahwa alam akan berdaya
guna jika dipelihara, namun akan menimbulkan petaka jika dirusak. Bentuk
perusakan alam adalah dengan memperbanyak maksiat dalam hidup dan
penghidupan manusia. Oleh karena itu, dalam rangka mengelola alam ini
kita hindari diri kita masing-masing dari perbuatan-perbuatan maksiat,
baik terhadap diri sendiri, terhadapa alam raya , terlebih kepada Allah
swt.
Semoga Allah memberikan
kekuatan kepada kita dalam mengemban amanah sebagai khalifah di muka
bumi ini terutama dalam mengelola alam, semoga Allah memberikan
keberkahan kepada bangsa ini, amin ya rabbal ‘alamin.
والله المستعان إلى احسن الحال
والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته
Tidak ada komentar:
Posting Komentar